Senin, 12 Desember 2016

MELAWAN KORUPSI SEJAK DINI



Menurut Fockema Andreae kata korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio atau corruptus. Dari bahsa Latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris, yaitu corruption atau bahasa Belanda, yaitu corruptie. Arti harfiah dari kata tersebut di atas adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, atau penyimpangan dari kesucian.

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang dikemukakan oleh Poerwadarminta (1976) : “Korupsi ialah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya.” Sedangkan, korupsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia saat ini diartikan sebagai penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.

Indonesia memiliki payung hukum yang mengatur tentang pemberantasan korupsi, di antaranya Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001. Undang – undang ini mewajibkan para penyelenggara negara dalam bidang eksekutif, legislatif maupun yudikatif untuk melaporkan kekayaannya pada saat pengangkatan jabatan maupun setelah mengakhiri jabatan tersebut.

Beberapa perilaku yang dapat dikategorikan sebagai korupsi, yaitu bribery (penyuapan), emblezzlement (penggelapan), commission (komisi), extortion (pemerasan), abuse of discretion (penyalahgunaan wewenang), nepotism (nepotisme), illegal contibution (sumbangan ilegal), dan fraud (pemalsuan).

Adapun dalam Undang – Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tindakan yang dapat dikategorikan sebagai jenis korupsi, yaitu menyangkut hal yang menimbulkan kerugian negara, suap – menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi.

Menurut data dari lembaga Transparency International (TI) dalam Corruption Perception Index (CPI) pada tahun 2015 menunjukkan Indonesia berada pada peringkat ke 88 dari 168 negara yang diukur dalam hal pemberantasan korupsi.  Skor CPI berada pada rentang 0-100. Nol (0) berarti negara dipersepsikan sangat korup, sementara skor seratus (100) berarti dipersepsikan sangat bersih. Indonesia mendapat skor 36. Hal tersebut menandakan bahwa masyarakat Indonesia masih jauh akan kesadaran untuk tidak melakukan tindakan korupsi dibandingkan negara – negara lainnya, seperti Malaysia yang berada pada peringkat 54 global dan jauh di bawah Singapura yang berada pada peringkat 8 global.

Korupsi bisa terjadi di mana saja dan pada siapapun ketika terlena akan mendapatkan suatu hal yang bukan haknya. Tidak hanya di lingkungan pemerintah, di perusahaan swasta, sekolah, organisasi masyarakat, bahkan di organisasi keagamaan pun tidak menutup kemungkinan tindakan korupsi dapat terjadi. Sebab, korupsi tidak menitikberatkan pada tempat subjek berada, namun pada bagaimana idealisme subjek tersebut dapat dipegang teguh atau tidak.

Idealisme dapat diartikan sebagai suatu keyakinan yang dianggap benar, tumbuh dalam jiwa seseorang, dan terimplementasi dalam perilaku dan cara berpikir. Kapan sejatinya sebuah idealisme harus ditanamkan? Tentu sedini mungkin adalah jawaban terbaik. Sejak mulai mengenyam bangku pendidikan, pelajar sebagai calon penerus bangsa seharusnya sudah ditanamkan suatu idealisme bahwa korupsi adalah suatu tindakan yang harus dijauhi yang menimbulkan banyak kerugian pada banyak pihak. Akan Tetapi, kenyataanya pada saat ini banyak dari kalangan mahasiswa yang tidak memahami arti dari idealisme itu sendri.

Bagaimana cara menanamkan nilai tersebut kepada para pelajar terutama mahasiswa yang posisinya paling dekat sebagai calon pemimpin bangsa? Tan Malaka pernah berkata dalam sebuah bukunya,“ Idealisme adalah kemewahan tertinggi yang dimiliki oleh seorang pemuda.” Idealisme dapat ditanamkan melalui banyak hal, salah satunya adalah pembangunan karakter untuk selalu bersikap jujur di manapun berada. Selain itu, lingkungan juga sangat memengaruhi teguhnya suatu idealisme yang dipegang seseorang.

Berbagai masalah akan muncul di kemudian hari ketika pada saat ini para mahasiswa  sebagai generasi bangsa sudah tidak memikirkan akan dampak korupsi yang melanda negerinya. Beberapa sikap ini mungkin terasa sepele, namun secara tidak sadar dapat menjadi benih munculnya tindakan korupsi di masa yang akan datang.

Sikap yang pertama adalah ketidakjujuran. Ketidakjujuran merupakan salah satu akar masalah timbulnya tindakan korupsi. Beberapa orang berani mengambil atau menikmati sesuatu yang bukan haknya ketika merasa tidak ada seseorang yang melihat. Ia berpikir bahawa jika tidak ada yang melihat artinya tidak ada pula yang akan menghukumnya atas tindakan tersebut. Sikap inilah yang masih banyak tertanam pada diri sebagian kalangan mahasiswa atau pelajar. Mencontek, mengkopi referensi tanpa izin, melanggar aturan,  merasa bahwa hal – hal tersebut sah – sah saja dilakukan ketika tidak ada yang melihat atau mengawasi.

Sikap lainnya adalah ketidakpedulian. Mungkin sebagian besar mahasiswa hanya sibuk dalam hal mengejar tugas agar dapat lulus dengan cepat, belajar siang dan malam agar mendapat IPK cumlaude, dan mengejar hal – hal lainnya yang memberi keuntungan pada diri sendiri. Hal tersebut memang sah – sah saja dilakukan, namun apa hakikat menjadi mahasiswa sesungguhnya tidak tercapai jika tidak dapat memberikan manfaat pada sekitarnya.

Mahasiswa seharusnya dapat aktif dan responsif terhadap isu – isu atau kasus yang tengah melanda negerinya terutama berkaitan dengan korupsi. Setelah tanggap, mahasiswa diharapkan dapat menjadi solutif, bertindak secara nyata melawan tindakan korupsi, misalnya melalui penggalakan propaganda antikorupsi di kampus.

Mahasiswa sebagai pemuda yang menempati strata tertinggi di kalangan pelajar sejatinya memiliki sikap lebih dewasa dibanding pelajar lain setingkat SMA atau SMP. Dewasa dalam arti dapat membedakan mana perilaku yang benar dan mana yang salah. Setelah mampu membedakan, mahasiswa sebagai generasi yang dewasa seharusnya juga dapat mengingatkan. Ketika rekannya hendak melakukan hal yang mengarah pada tindakan korupsi atau sejenisnya, seyogyanya dapat mencegah hal tersebut dilakukan, bukan malah melindungi karena teman dekat atau malah ikut andil.

Peningkatan keimanan dan ketakwaan adalah penting, tidak menutup kemungkinan bahwa korupsi terjadi akibat kurangnya integrasi iman dalam diri seseorang. Gerakan antikorupsi dapat dilakukan melalui penguatan iman dan takwa dalam kerohanian mahasiswa. Mahasiswa yang meyakini bahwa Tuhannya Maha Melihat akan merasa takut jika mengambil hak orang lain  karena sadar akan ada konsekuensi dari tindakan tersebut suatu saat nanti.

Hal lain yang tidak kalah penting adalah pola pikir. Segala tindakan berasal dari pola pikir seseorang. Korupsi muncul karena seseorang memiliki pola pikir yang tidak baik. Maka, pola pikir tersebut harus diintervensi dengan hal-hal atau sugesti yang positif. Pola pikir yang baik dapat lahir melalui penanaman integritas, bahwa integritas bukan hanya sebuah kata, namun sebuah pendirian berupa kejujuran yang harus selalu diimplementasikan walaupun ketika tidak ada seseorang yang melihat perbuatan kita.

DAFTAR PUSTAKA
Buku Etika Profesi PNS
Buku Hukum Pidana Korupsi
Lembaga Transparency International. “Corruption Perceptions Index”. 2015. 25 Nov 2016 pukul 22.15 Diunduh dari : http://www.ti.or.id/index.php/publication/2016/01/27/corruption-perceptions-index-2015
Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

STUNTING

sumber : www.google.com        Tanggal 23 Juli lalu kita memperingati hari anak nasional atau Children’s Day. Anak adalah pelita, deng...