Kamis, 01 Desember 2016

DAMPAK KENAIKAN PTKP TERHADAP APBN DALAM PERSPEKTIF ILMU EKONOMI

Pendahuluan
Kita sering mendengar istilah PTKP dalam dunia perpajakan. Apakah arti dari PTKP itu sebenarnya? PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)  adalah batas penghasilan orang pribadi yang tidak dikenakan pajak atau sebagai pengurang penghasilan neto dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak yang akan dikenakan tarif pajak dari Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.
Menteri Keuangan berwenang untuk mengubah besaran PTKP setelah berkonsultasi dengan DPR RI. Sebagaimana dimuat dalam pasal 7 ayat (3) Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan disebutkan bahwa, “Besarnya penghasilan tidak kena pajak tersebut dalam ayat (1) akan disesuaikan dengan suatu faktor penyesuaian yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan”. Atas dasar kewenangan ini, maka Pemerintah menetapkan perlu adanya kebijakan penyesuaian PTKP.
Pada tanggal 13 April 2016, Komisi XI DPR RI telah menyetujui usulan pemerintah untuk menaikkan PTKP sebesar 50 persen pada tahun 2016 melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101 /PMK.010/2016 Tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak. (sumber : www.kemenkeu.go.id/berita)
Adapun ikhtisar PTKP dari tahun ke tahun dapat digambarkan melalui tabel berikut :
Mulai Berlaku
1 Jan 1984
1 Jan 1995
1 Jan 2001
1 Jan 2005
1 Jan 2006
1 Jan 2009
1 Jan 2013
1 Jan 2015
1 Jan 2016
Status WP
PTKP setahun (Rp)
PTKP setahun (Rp)
PTKP setahun (Rp)
PTKP setahun (Rp)
PTKP setahun (Rp)
PTKP setahun (Rp)
PTKP setahun (Rp)
PTKP setahun (Rp)
PTKP setahun (Rp)
TK/0
960.000
1.728.000
2.880.000
12.000.000
13.200.000
15.840.000
24.300.000
36.000.000
54.000.000
TK/1
1.440.000
2.592.000
4.320.000
13.200.000
14.400.000
17.160.000
26.325.000
39.000.000
58.500.000
TK/2
1.920.000
3.456.000
5.760.000
14.400.000
15.600.000
18.480.000
28.350.000
42.000.000
63.000.000
TK/3
2.400.000
4.320.000
7.200.000
15.600.000
16.800.000
19.800.000
30.375.000
45.000.000
67.500.000
K/0
1.440.000
2.592.000
4.320.000
13.200.000
14.400.000
17.160.000
26.325.000
39.000.000
58.500.000
K/1
1.920.000
3.456.000
5.760.000
14.400.000
15.600.000
18.480.000
28.350.000
42.000.000
63.000.000
K/2
2.400.000
4.320.000
7.200.000
15.600.000
16.800.000
19.800.000
30.375.000
45.000.000
67.500.000
K/3
2.880.000
5.184.000
8.640.000
16.800.000
18.000.000
21.120.000
32.400.000
48.000.000
72.000.000
(sumber : PMK terkait PTKP dan perubahannya)
Mungkin kita berpikir bahwa kenaikan PTKP akan mengakibatkan penerimaan pajak dari jenis pajak PPh orang pribadi berkurang. Meskipun kenaikan PTKP mempunyai potensi memperlambat penerimaan pajak, akan tetapi dari sisi ekonomi makro diharapkan kenaikan PTKP ini akan berdampak positif. Harapan pemerintah adalah dengan semakin besarnya penghasilan yang dapat dibawa pulang (take home pay) akan mendorong kenaikan tingkat konsumsi rakyat maupun tabungan.
Lalu bagaimana pengaruhnya kenaikan PTKP ini terhadap postur APBN? Justru dengan adanya kenaikan PTKP akan membuat APBN membaik. Singkatnya, peningkatan daya beli masyarakat terhadap barang dan jasa akan meningkatkan pula PPN (Pajak Pertambahan Nilai) serta PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) atas transaksi jual-beli yang dilakukan masyarakat.
Peningkatan konsumsi akan meningkatkan laba para pengusaha dimana laba tersebut akan dikenai pajak. Pajak yang terkumpul dalam pundi-pundi APBN pun akan meningkat. Hal inilah  yang menjadi salah satu stimulus pajak dimana akan mendorong konsumsi dan  pertumbuhan ekonomi. Seperti yang kita ketahui bahwa pertumbuhan ekonomi adalah salah satu asumsi dasar ekonomi makro dalam penyusunan APBN.

Pembahasan
             Beberapa dari kita mungkin beranggapan bahwa kenaikan PTKP akan mengakibatkan perlambatan penerimaan pajak penghasilan. Bahkan mengakibatkan target pajak tidak tercapai, sebab jika penghasilan masyarakat tetap dan PTKP naik, maka PKP akan mengalami penurunan, dan semakin sedikit penghasilan masyarakat yang dikenai pajak.
Sebagaiman kita ketahui dalam teori ekonomi berikut :
          Dimana Yd adalah Disposable Income (pendapatan yang siap dibelanjakan), Y adalah PKP (penghasilan masyarakat yang dikenai pajak), dan T adalah tax atau besarnya pajak. Apabila PTKP mengalami peningkatan, maka PKP (Y) akan semakin kecil nilainya, pajak (T) yang dikenakan pun akan menurun, dan akibatnya pendapatan disposable masyarakat (Yd) akan meningkat. Masyarakat menjadi lebih banyak memegang uangnya yang dapat mereka gunakan untuk mengkonsumsi barang/jasa maupun menabung. Dalam hal ini, kenaikan PTKP secara tidak langsung telah meningkatkan daya beli masyarakat maupun minat menabung. Jika penerimaan PPh menjadi turun, namun daya beli masyarakat menjadi naik, maka bagaimana dampaknya terhadap postur APBN?
Seperti yang kita lihat pada postur pendapatan APBN disamping, pendapatan pajak dalam negeri tidak hanya bersumber dari PPh saja, tetapi masih ada pajak – pajak lainnya. Dengan peningkatan daya beli masyarakat tadi, barang/jasa yang dibeli masyarakat akan dikenakan PPN sehingga walaupun PPh 21 orang pribadi mengalami pen, namun akan ditopang oleh instrumen penerimaan pajak lainnya, salah taunya PPN. Sehingga, APBN tidak akan mengalami masalah karena penurunan PPh orang pribadi.
Apabila dilihat dari perspektif ilmu makro ekonomi, dengan adanya peningkatan PTKP, penurunan PPh orang pribadi dapat berdampak pula pada peningkatan pendapatan nasional atau PDB (produk domestik bruto) dan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu asumsi dasar ekonomi makro dalam penyusunan APBN di Indonesia. Hal – hal apa saja yang memengaruhi nilai PDB riil dan persentase pertumbuhan ekonomi juga akan memengaruhi postur APBN, termasuk multiplier effect dari kenaikan PTKP tersebut.

Melalui rumus tersebut dapat kita analisis bahwa PTKP yang naik, PPh 21 WPOP menurun, dan pendapatan disposabel akan bertambah. Peningkatan disposable income atau take home pay masyarakat yang dibelanjakan pada konsumsi barang dan jasa, maka akan menaikkan nilai C (house hold consumtion), kemudian nilai PDB juga akan meningkat (dengan asumsi nilai yang lainnya tetap). Jika PDB riil yang meningkat, maka pertumbuhan ekonomi juga akan mengalami peningkatan. Lalu bagaimana dampak selanjutnya terhadap APBN?
Bila pertumbuhan ekonomi membaik, maka postur APBN Indonesia juga akan ikut membaik. Sebagai salah satu indikator dalam asumsi dasar ekonomi makro, perubahan pada nilai persentase pertumbuhan ekonomi akan mempengaruhi struktur pendapatan – pendapatan lainnya dalam APBN yang dipengaruhi oleh asumsi tersebut juga. Contoh konkritnya, apabila kenaikan PTKP ini berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang membaik, para investor luar maupun dalam negeri tidak takut untuk menginvestasikan modalnya pada sektor riil ekonomi Indonesia. Dengan banyaknya modal yang masuk, sehingga para produsen dapat meningkatkan usahanya dan laba yang mereka dapatkan kembali lagi akan berkontribusi pada pendapatan APBN dari sumber PNBP SDA & non SDA maupun dari PPh Badan.

Penutup
PTKP identik dengan standar biaya hidup masyarakat. Pada hakikatnya PTKP adalah besaran yang dijadikan batas oleh pemerintah untuk mengenakan pajak terhadap penghasilan seseorang. Setiap orang pribadi  yang telah memperoleh penghasilan melewati PTKP wajib membayar pajak penghasilan ke kas negara.
Di tengah kenaikan  harga-harga kebutuhan pokok sekarang ini, memang sudah selayaknya pemerintah menaikkan PTKP .Dengan menaikkan batas PTKP berarti akan semakin banyak penghasilan yang dibawa pulang untuk belanja dan menabung. Kenaikan PTKP ini diharapkan dapat meringankan beban hidup rakyat.
APBN yang notabene memiliki banyak sumber pendapatan, tidak hanya mengandalkan satu sisi pajak penghasilan saja. Walaupun PTKP yang meningkat berakibat negatif pada penurunan PPh 21 orang pribadi, namun pemerintah memiliki sasaran lain.
Dengan adanya kelebihan take home pay  atau disposable income bagi masyarakat diharpakan dapat menimbulkan hal positif. Tingkat konsumsi masyarakat diharapkan semakin meningkat. Dengan bertambahnya tingkat konsumsi ini pemerintah akan mendapat setoran pajak dari PPN (pajak pertambahan nilai). Sebagaimana diketahui PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi barang maupun jasa di dalam negeri.
Dapat kita pahami bahwa pemerintah bukanlah semata – mata ingin mengorbankan penerimaannya  di sektor PPh menjadi turun. Penurunan PPh 21 dalam APBN yang terjadi, pemerintah menggantinya dengan peningkatan penerimaan jenis pajak atas konsumsi masyarakat.
Selain itu, kenaikan PTKP merupakan cara pemerintah meningkatkan agregate demand atau daya beli masyarakat. Sehingga, PDB riil meningkat, pertumbuhan ekonomi meningkat, pendapatan APBN yang dipengaruhi asumsi dasar pertumbuhan ekonomi pun meninngkat, hingga bermuara pada postur APBN yang lebih baik.

Sumber Referensi :
Undang – undang RI Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
Mankiw, N. Gregory. 2008. Makroekonomi. Jakarta : Erlangga
Prathama Rahardja dan Mandala Manurung. 2012. Pengantar Ilmu Ekonomi. Jakarta : FEUI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

STUNTING

sumber : www.google.com        Tanggal 23 Juli lalu kita memperingati hari anak nasional atau Children’s Day. Anak adalah pelita, deng...