Pendahuluan
Kita sering
mendengar istilah PTKP dalam dunia perpajakan. Apakah arti dari PTKP itu
sebenarnya? PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) adalah batas penghasilan orang pribadi yang
tidak dikenakan pajak atau sebagai pengurang penghasilan neto dalam menghitung
besarnya Penghasilan Kena Pajak yang akan dikenakan tarif pajak dari Wajib
Pajak orang pribadi dalam negeri.
Menteri
Keuangan berwenang untuk mengubah besaran PTKP setelah berkonsultasi dengan DPR
RI. Sebagaimana dimuat dalam pasal 7 ayat (3) Undang – Undang Nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan disebutkan bahwa, “Besarnya penghasilan tidak
kena pajak tersebut dalam ayat (1) akan disesuaikan dengan suatu faktor
penyesuaian yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan”. Atas dasar
kewenangan ini, maka Pemerintah menetapkan perlu adanya kebijakan penyesuaian
PTKP.
Pada
tanggal 13 April 2016, Komisi XI DPR RI telah menyetujui usulan pemerintah
untuk menaikkan PTKP sebesar 50 persen pada tahun 2016 melalui Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 101 /PMK.010/2016 Tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan
Tidak Kena Pajak. (sumber : www.kemenkeu.go.id/berita)
Adapun ikhtisar PTKP
dari tahun ke tahun dapat digambarkan melalui tabel berikut :
Mulai Berlaku
|
1 Jan 1984
|
1 Jan 1995
|
1 Jan 2001
|
1 Jan 2005
|
1 Jan 2006
|
1 Jan 2009
|
1 Jan 2013
|
1 Jan 2015
|
1 Jan 2016
|
Status WP
|
PTKP setahun
(Rp)
|
PTKP setahun
(Rp)
|
PTKP setahun
(Rp)
|
PTKP setahun
(Rp)
|
PTKP setahun
(Rp)
|
PTKP setahun
(Rp)
|
PTKP setahun
(Rp)
|
PTKP setahun
(Rp)
|
PTKP setahun
(Rp)
|
TK/0
|
960.000
|
1.728.000
|
2.880.000
|
12.000.000
|
13.200.000
|
15.840.000
|
24.300.000
|
36.000.000
|
54.000.000
|
TK/1
|
1.440.000
|
2.592.000
|
4.320.000
|
13.200.000
|
14.400.000
|
17.160.000
|
26.325.000
|
39.000.000
|
58.500.000
|
TK/2
|
1.920.000
|
3.456.000
|
5.760.000
|
14.400.000
|
15.600.000
|
18.480.000
|
28.350.000
|
42.000.000
|
63.000.000
|
TK/3
|
2.400.000
|
4.320.000
|
7.200.000
|
15.600.000
|
16.800.000
|
19.800.000
|
30.375.000
|
45.000.000
|
67.500.000
|
K/0
|
1.440.000
|
2.592.000
|
4.320.000
|
13.200.000
|
14.400.000
|
17.160.000
|
26.325.000
|
39.000.000
|
58.500.000
|
K/1
|
1.920.000
|
3.456.000
|
5.760.000
|
14.400.000
|
15.600.000
|
18.480.000
|
28.350.000
|
42.000.000
|
63.000.000
|
K/2
|
2.400.000
|
4.320.000
|
7.200.000
|
15.600.000
|
16.800.000
|
19.800.000
|
30.375.000
|
45.000.000
|
67.500.000
|
K/3
|
2.880.000
|
5.184.000
|
8.640.000
|
16.800.000
|
18.000.000
|
21.120.000
|
32.400.000
|
48.000.000
|
72.000.000
|
(sumber
: PMK terkait PTKP dan perubahannya)
Mungkin
kita berpikir bahwa kenaikan PTKP akan mengakibatkan penerimaan pajak dari
jenis pajak PPh orang pribadi berkurang. Meskipun kenaikan PTKP mempunyai
potensi memperlambat penerimaan pajak, akan tetapi dari sisi ekonomi makro
diharapkan kenaikan PTKP ini akan berdampak positif. Harapan pemerintah adalah
dengan semakin besarnya penghasilan yang dapat dibawa pulang (take home pay)
akan mendorong kenaikan tingkat konsumsi rakyat maupun tabungan.
Lalu
bagaimana pengaruhnya kenaikan PTKP ini terhadap postur APBN? Justru dengan
adanya kenaikan PTKP akan membuat APBN membaik. Singkatnya, peningkatan daya
beli masyarakat terhadap barang dan jasa akan meningkatkan pula PPN (Pajak
Pertambahan Nilai) serta PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) atas
transaksi jual-beli yang dilakukan masyarakat.
Peningkatan
konsumsi akan meningkatkan laba para pengusaha dimana laba tersebut akan dikenai
pajak. Pajak yang terkumpul dalam pundi-pundi APBN pun akan meningkat. Hal inilah
yang menjadi salah satu stimulus pajak dimana
akan mendorong konsumsi dan pertumbuhan
ekonomi. Seperti yang kita ketahui bahwa pertumbuhan ekonomi adalah salah satu
asumsi dasar ekonomi makro dalam penyusunan APBN.
Pembahasan
Beberapa
dari kita mungkin beranggapan bahwa kenaikan PTKP akan mengakibatkan
perlambatan penerimaan pajak penghasilan. Bahkan mengakibatkan target pajak
tidak tercapai, sebab jika penghasilan masyarakat tetap dan PTKP naik, maka PKP
akan mengalami penurunan, dan semakin sedikit penghasilan masyarakat yang
dikenai pajak.
Sebagaiman
kita ketahui dalam teori ekonomi berikut :
Dimana
Yd adalah Disposable Income (pendapatan
yang siap dibelanjakan), Y adalah PKP (penghasilan masyarakat yang dikenai
pajak), dan T adalah tax atau
besarnya pajak. Apabila PTKP mengalami peningkatan, maka PKP (Y) akan semakin
kecil nilainya, pajak (T) yang dikenakan pun akan menurun, dan akibatnya
pendapatan disposable masyarakat (Yd) akan meningkat. Masyarakat menjadi lebih
banyak memegang uangnya yang dapat mereka gunakan untuk mengkonsumsi barang/jasa
maupun menabung. Dalam hal ini, kenaikan PTKP secara tidak langsung telah
meningkatkan daya beli masyarakat maupun minat menabung. Jika penerimaan PPh
menjadi turun, namun daya beli masyarakat menjadi naik, maka bagaimana
dampaknya terhadap postur APBN?
Seperti
yang kita lihat pada postur pendapatan APBN disamping, pendapatan pajak dalam
negeri tidak hanya bersumber dari PPh saja, tetapi masih ada pajak – pajak
lainnya. Dengan peningkatan daya beli masyarakat tadi, barang/jasa yang dibeli
masyarakat akan dikenakan PPN sehingga walaupun PPh 21 orang pribadi mengalami
pen, namun akan ditopang oleh instrumen penerimaan pajak lainnya, salah taunya
PPN. Sehingga, APBN tidak akan mengalami masalah karena penurunan PPh orang
pribadi.
Apabila
dilihat dari perspektif ilmu makro ekonomi, dengan adanya peningkatan PTKP,
penurunan PPh orang pribadi dapat berdampak pula pada peningkatan pendapatan
nasional atau PDB (produk domestik bruto) dan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan
ekonomi merupakan salah satu asumsi dasar ekonomi makro dalam penyusunan APBN
di Indonesia. Hal – hal apa saja yang memengaruhi nilai PDB riil dan persentase
pertumbuhan ekonomi juga akan memengaruhi postur APBN, termasuk multiplier effect dari kenaikan PTKP
tersebut.
Melalui
rumus tersebut dapat kita analisis bahwa PTKP yang naik, PPh 21 WPOP menurun,
dan pendapatan disposabel akan bertambah. Peningkatan disposable income atau take
home pay masyarakat yang dibelanjakan pada konsumsi barang dan jasa, maka
akan menaikkan nilai C (house hold
consumtion), kemudian nilai PDB juga akan meningkat (dengan asumsi nilai
yang lainnya tetap). Jika PDB riil yang meningkat, maka pertumbuhan ekonomi
juga akan mengalami peningkatan. Lalu bagaimana dampak selanjutnya terhadap
APBN?
Bila
pertumbuhan ekonomi membaik, maka postur APBN Indonesia juga akan ikut membaik.
Sebagai salah satu indikator dalam asumsi dasar ekonomi makro, perubahan pada
nilai persentase pertumbuhan ekonomi akan mempengaruhi struktur pendapatan –
pendapatan lainnya dalam APBN yang dipengaruhi oleh asumsi tersebut juga.
Contoh konkritnya, apabila kenaikan PTKP ini berdampak pada pertumbuhan ekonomi
yang membaik, para investor luar maupun dalam negeri tidak takut untuk
menginvestasikan modalnya pada sektor riil ekonomi Indonesia. Dengan banyaknya
modal yang masuk, sehingga para produsen dapat meningkatkan usahanya dan laba
yang mereka dapatkan kembali lagi akan berkontribusi pada pendapatan APBN dari
sumber PNBP SDA & non SDA maupun dari PPh Badan.
Penutup
PTKP identik dengan
standar biaya hidup masyarakat. Pada hakikatnya PTKP adalah besaran yang
dijadikan batas oleh pemerintah untuk mengenakan pajak terhadap penghasilan
seseorang. Setiap orang pribadi yang telah memperoleh penghasilan
melewati PTKP wajib membayar pajak penghasilan ke kas negara.
Di tengah
kenaikan harga-harga kebutuhan pokok sekarang ini, memang sudah
selayaknya pemerintah menaikkan PTKP .Dengan menaikkan batas PTKP berarti akan
semakin banyak penghasilan yang dibawa pulang untuk belanja dan menabung.
Kenaikan PTKP ini diharapkan dapat meringankan beban hidup rakyat.
APBN yang notabene
memiliki banyak sumber pendapatan, tidak hanya mengandalkan satu sisi pajak
penghasilan saja. Walaupun PTKP yang meningkat berakibat negatif pada penurunan
PPh 21 orang pribadi, namun pemerintah memiliki sasaran lain.
Dengan adanya kelebihan
take home pay atau disposable
income bagi masyarakat diharpakan dapat menimbulkan hal positif. Tingkat
konsumsi masyarakat diharapkan semakin meningkat. Dengan bertambahnya tingkat
konsumsi ini pemerintah akan mendapat setoran pajak dari PPN (pajak pertambahan
nilai). Sebagaimana diketahui PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi
barang maupun jasa di dalam negeri.
Dapat
kita pahami bahwa pemerintah bukanlah semata – mata ingin mengorbankan penerimaannya
di sektor PPh menjadi turun. Penurunan
PPh 21 dalam APBN yang terjadi, pemerintah menggantinya dengan peningkatan
penerimaan jenis pajak atas konsumsi masyarakat.
Selain
itu, kenaikan PTKP merupakan cara pemerintah meningkatkan agregate demand atau daya beli masyarakat. Sehingga, PDB riil
meningkat, pertumbuhan ekonomi meningkat, pendapatan APBN yang dipengaruhi
asumsi dasar pertumbuhan ekonomi pun meninngkat, hingga bermuara pada postur
APBN yang lebih baik.
Sumber
Referensi :
Undang – undang RI Nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan
Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor
101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
Mankiw, N. Gregory. 2008. Makroekonomi. Jakarta : Erlangga
Prathama Rahardja dan Mandala
Manurung. 2012. Pengantar Ilmu Ekonomi. Jakarta
: FEUI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar