Minggu, 31 Desember 2017

Pengembangan Budaya Anti Korupsi dan Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Pemerintahan

www.google.com

Kejahatan korupsi digolongkan sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. Extraordinary crime adalah sebuah kejahatan luar biasa yang menuntut penanganan dan pencegahan yang luar biasa. Mengapa korupsi dapat digolongkan sebagai extraordinary crime? Karena korupsi bukan lagi sebuah kejahatan yang biasa, dalam perkembangannya korupsi telah terjadi secara sistematis dan meluas. Menimbulkan efek kerugian negara dan dapat menyengsarakan rakyat. Karena itulah korupsi kini dianggap sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Kejahatan korupsi telah disejajarkan dengan tindakan terorisme. 

Mengapa korupsi bisa terjadi? Ada sebuah teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne (Bologne : 2006), yang dikenal dengan teori GONE. Ilustrasi GONE Theory terkait dengan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kecurangan atau korupsi meliputi Greeds (keserakahan), Opportunities (kesempatan), Needs (kebutuhan) dan Exposure (pengungkapan). Greed terkait keserakahan dan kerakusan para pelaku korupsi. Koruptor adalah orang yang tidak puas akan keadaan dirinya. Opportuniy merupakan sistem yang memberi peluang untuk melakukan korupsi, yang bisa diperluas keadaan organisasi atau masyarakat yang sedemikian rupa sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan. Needs yaitu sikap mental yang tidak pernah merasa cukup, selalu sarat dengan kebutuhan yang tidak pernah usai. Exposure terkait dengan hukuman yang dijatuhkan kepada para pelaku korupsi yang tidak memberi efek jera pelaku maupun orang lain sehingga tidak membuat takut pelaku.

Ada tujuh bentuk korupsi menurut Buku Saku yang dikeluarkan oleh KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK : 2006) yaitu sebagai berikut.

1. Kerugian Keuangan Negara, (Secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkayadiri sendiri atau orang lain atau korporasi; Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau saranayang ada).
2.  Suap Menyuap, (Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai Negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya)
3.    Penggelapan dalam Jabatan, (Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau uang/surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut).
4. Pemerasan, (Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri).
5. Perbuatan Curang, (Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau menyerahkan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang).
6. Benturan Kepentingan Dalam Pengadaan, (Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya).
7.  Gratifikasi, (Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban tugasnya).

Data statistik KPK menunjukkan bahwa pelaku korupsi dari segi profesinya paling banyak terjadi pada profesi swasta yakni, 164 kasus. Sedangkan peringkat kedua adalah pejabat pemerintah sebanyak 148 kasus dan peringkat ketiga anggota DPR/DPRD sebanyak 129 kasus. Lalu, untuk pelaku yang berasal dari profesi wali kota, bupati dan wakil bupati menempati urutan berikutnya dengan jumlah 60 kasus, disusul kepala dinas sebanyak 25 kasus, gubernur sebanyak 17 kasus, hakim sebanyak 15 kasus, komisioner 7 kasus, duta besar 4 kasus dan lainnya sebanyak 81 kasus.

Beberapa penyebab korupsi di kalangan aparatur pemerintah diantaranya, pada pelaku seorang pelaksana dengan alasan ikut atasan, pelaku setingkat Eselon 4 disebabkan gaya hidup, pelaku Eselon 3 disebabkan sifat tamak, dan pelaku Eselon 2 karena adanya pembiaran dari lingkungan organisasi yang bersangkutan. Menurut survei lainnya, adapun pelaku korupsi dari segi pendidikan yaitu Sarjana (82%), Magister (13%), Doktor (1%), pendidikan lainnya (4%). Data penyebab korupsi di kalangan masyarakat diantaranya, gaya hidup (30,4%), konflik kepentingan (13,1%), tekanan keluarga (8,1%), dan penyebab lainnya (48,4%).

Pengertian Gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001 yaitu, pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

Adapun unsur-unsur gratifikasi adalah sebagai berikut.
a.    Ada penerimaan berupa barang atau uang.
b.    Subjek penerima adalah pegawai negeri atau pegawai pemerintah.
c.  Pemberian barang atau uang tersebut berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan hak dan kewajiban pihak penerima.
d.  Penerima hadiah tidak melapor setelah mendapat hadiah tersebut sehingga dijatuhi hukuman gratifikasi.

Sedangkan penyuapan adalah memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai Negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya. Ada kasus gratifikasi yang dianggap sebagai suap sebagaimana diatur dalam pasal 12B ayat (1) Undang Undang No.31 tahun 1999 sttd. Undang Undang No. 20 tahun 2001 berbunyi, “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.”

Perbedaan gratifikasi dan penyuapan terletak pada aktif tidaknya pelaku.Jika pada gratifikasi yang aktif adalah masyarakatnya dan pelaku sebagai pejabat atau pegawai pemerintah berlaku pasif karena hanya menerima yang diberikan padanya. Sedangkan pada kasus penyuapan yang aktif bisa masyarakatnya saja, contoh : penyuapan rekanan/pemborong untuk memenangkan lelang pengadaan barang/ jasa pada pejabat pemerintah. Namun dalam kasus penyuapan lainnya bisa juga pejabat pemerintah pada pejabat pemerintah lainnya yang sama – sama bertindak aktif, contohnya pada kasus untuk menempati suatu jabatan tertentu.

Namun, terdapat pengecualian sanksi hukum bagi pelaku gratifikasi sebagaimana diatur dalam Pasal 12C ayat (1) UU No.31 tahun 1999 sttd. UU No. 20 tahun 2001  berbunyi, “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK”.

Manfaat pelaporan gratifikasi, yaitu :
a.    melepas hukuman atau sanksi;
b.    memutus konflik kepentingan;
c.    menunjukkan adanya integritas individu; dan
d.    self assessment (penilaian atau refleksi diri).

Beberapa strategi yang dapat dilakukan sebagai penguatan gerakan anti korupsi dan anti gratifikasi adalah sebagai berikut.

Governance
Risk
Control
Leadership
Risk management
Manajemen
Nilai – nilai organisasi
Fraud risk mapping
Unit Kepatuhan Internal
Kode etik

Inspektorat Jenderal

Tanggal 9 Desember diperingati sebagai hari anti korupsi sedunia atau biasa disingkat dengan Hakordia. Tema peringatan Hakordia tahun 2017 yang lalu yang dikemukakan dalam pidato Presiden Joko Widodo adalah “Bergerak Bersama Memberantas Korupsi untuk Mewujudkan Masyarakat yang Sejahtera”. Kita harus meyakini apabila Indonesia bebas dari korupsi maka kesejahteraan masyarakat akan lebih teratur secara kondusif. Oleh karena itu, budaya anti korupsi dan pengendalian gratifikasi bukan hanya tugas dari pemerintah dan lembaga tertentu saja melainkan perlu adanya pertisipasi dari seluruh elemen masyarakat.



Daftar pustaka

Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2011. Pendidikan Anti-Korupsi untuk Perguruan
            Tinggi. Jakarta : Kemendikbud.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

STUNTING

sumber : www.google.com        Tanggal 23 Juli lalu kita memperingati hari anak nasional atau Children’s Day. Anak adalah pelita, deng...